Hijau, Lestari, Menghidupi
Minggu, 20 Februari 2011
Social Enterprise
Smart School merupakan SD yng berlokasi di Jalan Kecpi Jagakarsa di belakang Ragunan, Pasar Minggu Jakarta Selatan. Sekolah ini layak di simak. Pertama sekolah ini mencoba mengembangkan karakter untuk anak didik. Kedua SD ini juga mengembangkan konsep not for profit. Artinya pendiri tidak memebisniskan sekolah, semua kelebihan dana kembali untuk operasional sekolah. Ketiga karena itu harus dicari orang yang bervisi sama, mau berwakaf dan bersedekah untuk sekolah. Keempat sekolah ini di gagas oleh para wanita.
Dari diskusi mundur maju, akhirnya terkumpul juga sejumblah dana untuk operasional. Bola bergulir dan berjumpalah mereka dengan seorang wakif dan juga seorang perempuan. Hamidiyah namanya, yang telah membangun gedung 12 Lokal lengap dengan fasilitas lengkap untuk sekolah. Mendengar konsep pengembangan karakter Smart School, Hamidiyah yang berlatar belakang notaris ini sepakat mewakafkan gedungnya.
Ibu Hamidiyah menunjuk anak perempuannya jadi nadzir (pengelola mandat) wakafnya. Ia pun bergabung di Smart school.Tahun 2006 mulailah Smart School menjalankan fungsinya. Sebagai murid-murid pertama, para penggagas harus merelakan anak-anaknya sekolah di Smart school. Di awali beberapa murid, di 2010 murid Smart School sudah di atas 100 siswa jumlahnya.
Yang memang menarik di Smart school adalah not for profit dan strategi wakafnya. Sebagai wakaf, investasi apapun tak di kembalikan. Lantas gedung yang juga wakaf, mengatasi sebagian besar problem Smart School. Yang jadi catatan penting, kecuali wakif gedung, penggagas Smart School cuma ibu rumah tangga. Penghasilan suaminya biasa saja. Yang ternyata dari biasa-biasa saja ini, toh mereka bisa lahirkan sebuah konsep baru pendidikan.
Mengapa parawanita ini gigih lahirkan skolah ? separti kebanyakan orang tua, mereka juga resah akan mutu SD. Nilai kebanyakan anak SD mempehatinkan, pembinaan akhlak agama juga tak di lakukan sungguh-sungguh. Mereka berharap ada sekolah yang memiliki kkulitas pendidikan yang baik, mendidik bukan sekedar mengajarkan agama, ada tahfidz Al'Quran dan pembinaan akhlak. Pembinaan akhlak ini yang mereka yakini sebagai pembinaan 'karakter sejak dini'.
Wanita pendiri Smart School mungkin tak paham apa itu makna dan definisi kewirausahaan sosial (social entrepreneurship). Tapi pada prakteknya mereka justru telah perankan diri sebagai wirausahawan sosial (social entrepreneur). Mungkin juga mereka tak paham apa itu "perusahaan sosial" (social enterprise), tapi Smart School tida bisa di pungkiri, adalah sosial enterprise sesungguhnya.
Berbagai paguyuban berlatar kedaerahan, lembaga Karang Taruna atau HIPPA (Himpunan Petani Pengguna Air) di berbagai daerah,atau berkumpulnya penggemar seperti Bike To Work dan Sepeda Ontel, ini sesungguhnya bibit-bibit cikal bakal terbentuknya social enterpise. Termasuk OSIS di banyak SLTP dan SLTA. Belakangan muncul peguyuban berbentuk jearing sosial bagi pengguna face book dan twitter
LSM, NGO dan lembaga zakat lebih tanpak sosoknya sebagai social enterprise. Mereka lakukan fundraising untuk membiayai seluruh aktivitas. Bukan untuk mencari uang bagi pendirinya. Aktivitas yang lerlibat, mendapat honor atau imbalan gaji. Di samping malah tak sedikit lembaga masyarakat separti ini yang tak memberi honor atau makan siang sekalipun. Untuk itu mereka ramai-ramai menghidupi lembaga.
Ada sebuah social enterprise yang besar. Baik dari jumlah pekerjanya maupun segala aktifitasnya. Karena begitu besarnya, lembaga ini di sebut sebagai super-nya superholding. Apa itu ? Itulah pemerintah. Mengapa pemerintah ? Ya, karena pemerintah berkait dengan persoalan negara. Sebuah negri di katakan negara karena memiliki tiga syarat, yakni mempunyai wilayah, punya rakyat dan memiliki pemerintahan.
Untuk mengelola wilayah dengan sumber dayanya di butuhkan pemerintah.
Wilayah yang terdiri atas tanah air dan udara itu harus di eksplorasi. Di dalam wilayah itu terdapat kehidupan masing-masing musti di jaga kebutuhannya. Semuanya punya hak untuk di pelihara. Tak bisa sumber daya hanya diekploitasi untuk manusia. Semua musti di eksploirasi karena memiliki hak untuk berperan sesuai fitrahnya.
Untuk itu di butuhkan sebuah lembaga yang bisa memenuhi kebutuhan dan menjaga harmoni baik antar sesama manusia, sesama flora dan fauna, maupun antar manusia dan lingkungannya.
Maka di butuhkan sebuah lembaga yang harus bisa menjaga dan membangun kehidupan. Itulah dibutuhkan adanya pemerintah. Itulah social enterprise raksasa.
Dalam skala yang lebih kecil, pemeritah juga memiliki Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah ( BUMD). Karena pemiliknya pemerintah, visi perusahaan ini berkhidmat untuk rakyat Indonesia. Maka ada dua tujuan utama BUMN dan BUMD. Tujuan pertama mencari profit, yang seluruh keuntungungan nya untuk rakyat. Tujuan kedua karena berkehikdmat untuk rakyat BUMN dan BUMD langsung memeiliki fungsi sosial. yakni memberikan harga terjangkau yang dapat di beli rakyat.
sebagai social enterprise, tujuan BUMN dan BUMD jelas mulia. Namun mengapa kini kepemilikan BUMN banyak beralih ke asing dan suasta ? Malah kabarnya selalu jadi 'sapi merah' kalangan tertentu dan partai.
Jawabannya jelas, pejabat Indonesia baru berjuang untuk diri sendiri dan keluarga, untuk kelompok dan partainya. mreka tak paham arti negarawan, tak paham arti membangun untuk rakyat, bangsa dan negara. Mereka tak memiliki sifat dan jiwa social entrepreneurshif. (oleh : Erie Sudewo, 21-01-11)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar