Hijau, Lestari, Menghidupi

Hijau, Lestari, Menghidupi

Rabu, 16 Februari 2011

Zakat Dan Pengentasan Kemiskinan




Kemiskinan membawa pada kehinaan yang dilarang dalam islam, dan menjadi sumber kejahatan dalam seluruh aspek kehidupan sosial-ekonomi. Institusi zakat adalah program pengentasan kemiskinan wajib (mandatory expediture) dalam perekonomian islam. Dampak zakat terhadap upaya pengentasan kemiskinan edalah sesuatu yang signifikan dan berjalan secara otomatis (built-in) di dalam sistem islam. Terhadap beberapa alasan untuk ini.
Pertama, penggunaan atau alokasi dana zakat sudah di tentukan secara pasti di dalam syari'at islam (QS At-taubah:60) di mana zakat hanya di peruntukan bagi 8 golongan (ashnaf) saja yaitu:fuqara (fakir), masakin (miskin), amilin alaiha (pihak pengelola zakat), mualafat ul qulub (orang yang sedang dijinakan artinya), fir riqab (membebaskan budak), gharimin (orang-orang yang berhutang) fi sabililah (berjuang di jalan allah), dan ibn us sabil (oramg ymg sedang dalam perjalanan).
Jumhur ulama sepakat bahwa selain 8 golongan ini, tidak halal menerima jakat. Lebih jauh lagi, Alquran menyebutkan fakir dan miskin sebagai kelompok pertama dan kedua dalam daftar penerimaan zakat. Mereka inilah yang mendapat prioritas dan pengutamaan oleh al-Qur'an. Ini menunjukan bahwa mengatasi masalah kemiskinan merupakan tujuan utama zakat. Karakteristik ini membuat zakat saangat efektif sebagai instrumen pengentasan kemiskinan karena secara inheren bersifat pro-poor dan self-targeted. Tak ada satupun instruman fiskal konvensional karakteristik seperti ini.
Kedua, zakat di kenakan pada basis yang luas dan mengikuti berbagai aktivitas perekonomian. Zakat di pungut dari produk pertanian, hewan pliharaan, simpanan mas dan perak, aktivitas peniagaan komersial, dan barang-barang yang di ambil dari perut bumi. Fiqh kontenporen bahkan memandang bahwa zakat jugadi ambil dari seluruh pendapatan yang dihasilkan dari aset fisik dan finansial serta keahlian kerja. Dengan demikian, potensi zakat adalah sangat besar. Hal ini menjadi modal dasar yang penting bagi pembiayaan program-program pengentasan kemiskinan.
Ketiga, Zakat adalah pajak spiritual yang wajib di bayar oleh setiap muslim dalam kondisi apapun. Karena itu, penerimaan zakat cenderung stabil. Hal ini kan menjamin keberlanjutan program pengentasan kemiskinan yang umumnya membutuhkan jangka waktu yang relatif panjang.
Dengan berbagai karakteristik yang di sandangnya tersebut, keberadaan zakat dalam kerangka sosial-ekonomi islam menjadi basis yang kuat program pengentasan program kemiskinan secara berkelanjutan. Sebagai sebuah instruman fiskal yang berpihak pada kelompok miskin dan menjadi program wajib pengentasan kemiskinan bagi setiap rezim pemerintahan, zakat sangat superior dibandingkan instruman fiskal konvensional.
Dalam sistem konvensional, program pengentasan kemiskinan adalah pilihan, bukan suatu kewajiban. Karenanya anggaran untuk pementasan kemiskinan-pun umumnya bersifat diskresi yang sepenuhnya berada di bawah kewenangan pemerintah. Lebih jauh lagi, kelemahan utama desain progran pengantasan kemiskinan konvensional adalah sumber pembiayaan-nya yang bersifat ad-hoc. Berbeda dengan zakat yang telah di tetapkan secara permanen, rata-rata sebesar 2,5% dari kekayaa, anggaran program pengentasan kemiskinan konvensional ditetapkan setiap tahun dalam APBN. Tidak ada ketrkaitan antara jumlah alokasi program pengentasan kemiskinan dengan peningkatan penerimaan pemerintah.
Berbeda dengan perekonomian islam yang menetapkan bahwa penerimaan dana zakat sepenuhnya menjadi sumber pembiyaan program pengentasan kemiskinan, dalam perekonomin konfensional tidak ada mekanisme earmarket dari penerimaan pemerintah untuk program pengentasan kemiskinan sebagaimana halnya sistem zakat. Mekanisme ad-hoc dalam sistem konvensional ini di satu sisi memberi ruang untuk fleksibelitas kebijakan makroekonomi. Namun di sisi lain, hal ini merupakan sumber ketidakpastian bagi program pengentasan kemiskinan. Kedepan, perlu di gagas mekanisme earmarked dari penerimaan pemerintah alokasi anggaran program pengentasan kemiskinan dengan di masa transisi di lakukan mekanisme phased out dari proporsi earmarked penerimaan pemerintah.
Dalam perekonomian konfensional, pengentasan kemiskinan menjadi bersifat sangat politik, sepenuhnya bergantung pada political will dari rezim penguasa. Kegagalan instrumant fiskal untuk menanggulangi kemiskinan antara lain terlihat dalam kasus desentralisasi fiskal di indonesia. Dalam alam demokrasi, kita juga mengenal fenomena electoral budget cycle di mana arah dan fokus kebijakan fiskal memiliki pola yang selaras dengan jadwal pemilu. Anggaran untuk pengentasan kemiskinan semata di jadikan komoditas politik rezim pengusaha. Ketika seorang penguasa baru terpilih (honeymoon period), anggaran tidak berpihak kepada kelompok miskin. ketika jadwal pemilu berikut mendekat, anggaran bertransformasi menjadi lebih pro-poor. Secara singkat, dengan sifatnya yang diskresi, anggaran pengentasan kemiskinan dalam sistem konfensional selalu berada dalam ketidak pastian dan sulit di prediksi.

Strategi Komprehensif Islam Untuk Penanggulangan Kemiskinan
Zakat memiliki banyak implikasi ekonomi penting yang mengarahkan perekonomian pada kondisi-kondisi yang di inginkan, dan yang utama adalah pengentasan kemiskinan. Namun membebankan penyelesaian semua masalah perekonomian pada zakat adalah terlalu berlebihan. Sistem ekonomi islam adalah sistem yang lengkap dan menyeluruh, tidak bisa dipisah-pisahkan atau di implementasikan secara parsial. Dalam konteks ini, kita harus meletakan zakat sebagai sebuah sub-sistem dari sistem ekonomi islam secara keseluruhan.
Dengan perspektif ini maka implikasi ekonomi dari zakat terhadap pengentasan kemiskinan sebagai mana yang di bahas di atas, baru dapat kita saksikan secara nyata ketika zakat di terapkan secara komprehensif dan simultan dengan fitur-fitur sistem ekonomi islam lainnya seperti pelarangan riba dan gharar, uang sebagai alat tukar dan bukan komoditas, aturan kepemilikan tanah dan alat-alat produksi yang berkeadilan, implementasi equity financing secara luas, dan lain-lain.
Ketika zakat di terapkan namun disaat yang sama fitur sistem ekonomi islam lainnya tidak mewujud, maka akan sangat mungkin dampak zakat terhadap kemisinan akan terhapus oleh dampak dari tidak terimplementasi-nya elemen sistem lainnya. Terlebih lagi ketika zakat masih di terapkan secara parsial dan ukuran (size)-nya masih sangat kecil di bandingkan ukuran perekonomian.
Sebagai misal, Ketika zakat di terapkan namun riba terus berjalan, maka dampak zakat terhadap pengentasan kemiskinan akan terlihat menjadi minimal bahkan tidak ada sama sekali. Hal ini dikarenakan dampak riba terhadap peningkatan kemiskinan adalah ekstensif, seperti melalui eksploitasi pemilik modal terhadap peminjam maupun melalui implasi yang di timbulkan secara makro. Hal ini yang menjelaskan mengapa penghimpunan dana zakat yang terus meningkat dan kerja keras para amil yang tiada henti, seolah tidak berkolerasi dengan jumlah orang miskin yang cenderung terus meningkat.
Dengan demikian, untuk sebuah tugas yang bernama pengentasan kemiskinan, Islam tidak hanya membebankan pada zakat semata. Penngentasan kemiskinan tidak akan pernah tuntas hanya dengan zakat. Dalam perspektif islam, kemiskinan hanya bisa di perangi secara efektif dengan strategi komprehensif yang mencakup tidak hanya zakat namun juqa elemen-elemen sistem lainnya seperti pelarangan riba, pembangunan infrastruktur, sistem kepemilikan tanah, anggaran publik dan lain-lain. (17-02-2011)
Zakat :
BCA : 245 4000 331

Bank Mandiri : 155 000 2200 221

Bank Syariah Mandiri : 146 006 4444

Bank Muamalat : 0000 274 001

BNI Syariah : 1 6666 5555 6

Infak dan Shodaqoh :
BCA : 245 4000 551

a/n Dompet Dhuafa Republika - Banten

Hitung Zakat