Zakat adalah satu rukun yang bercorak sosial ekonomi dari lima rukun islam. Dengan zakat, di samping ikrar tauhid (syahadat) dan shalat, seseorang barulah sah masuk islam dan di akui kaislamannya. Allah mewajibkan zakat sebagai sarana untuk membantu sodara muslim lain yang membutuhkan sehingga kesenjangan antara muslim yang kaya dan yang miskin dapat dikurangi. Walaupun zakat memiliki tujuan mulia untuk mengentaskan kemiskinan, tapi hingga kini problema kemiskinan masih menjadi masalah yang rumit bagi pemerintah dan juga umat islam. Banyak permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan zakat ini mulai dari prosas penarikan zakat hingga distribusinya bagi yang membutuhkan. Juga dari sisi kebijakan, pemerintah belum memaksimalkan potensi zakat yang ada di masyarakat.
Dalam salah satu karya masterpiecenya Dr. Yusuf Qardawi (1973) menyebutkan bahwa zakat adalah sistem keuangan, ekonomi, sosial, politik, moral dan agama sekaligus.
Zakat adalah sistem keuangan dan ekonomi karena ia merupakan pajak harta yang di tentukan, kadang-kadang sebagai pajak kepala seperti zakat fitrah dan kadang-kadang sebagai pajak kekayaan yang di pungut dari modal dan pendapatan seperti halnya zakat pada umumnya. Zakat adalah sumber keuangan baitulmal dalam islam yang terus-menerus. Ia dipergunakan untuk membebaskan tiap orang dari kesusahan dan menanggulangi kebutuhan mereka dalam bidang ekonomi dan lain-lain. Kemudian zakat merupakan suatu cara yang praktis untuk mengumpulkan kekayaan dan menjadikannya agar dapat berputar dan berkembang.
Zakat adalah sistem sosial, karena ia berfungsi menyelamatkan masyarakat dari kelemahan karena bawaan ataupun karena keadaan, menanggulangi berbagai bencana dan kecelakaan, memberikan santunan kemanusiaan yang berada menlong yang tidak punya, yang kuat membantu yang lemah, orang miskin dan ibnu sabil, memperkecil perbedaan antara si kya dan si miskin.
Zakat juga berfungsi menghilangkan rasa hasud dan dengki dari si lemah terhadap si kaya, membantu mereka yang berusaha dalam bidang sosial, membantu mereka yang berhutang karena untuk kebaikan, seperti untuk menanggulangi berbagai masalah kemasyarakatan sehingga dapat mencapai tujuannya.
Zakat adalah suatu sistem politik, karena pada asalnya negaralah yang mengelola pemungutan dan pembagiannya terhadap sasarannya dengan memperhatikan atas keadilan, dapat memenuhi kebutuhan, mendahulukan yang penting. Itu semua di lakukan dengan menggunakan sarana amil zakat, sebagaimana juga sebagian sasaran zakat itu sesuatu yang menjadi urusan negara separti para muallaf dan sabilillah.
Zakat adalah satu sistem moral, karen zakat bertujuan memebersihkan jiwa orang-orang kaya dari kekikiran yang merusak dan egois yang memebenci orang. Zakat membersihkan mereka dengan pengorbanan dan cinta kebaikan dan ikut merasakan penderitaan orang lain dengan amal nyata.
Zakat pada mulanya adalah sistem keagamaan karena menunaikan zakat adalah salah satu tonggak dari inan, salah satu rukun islam yang termasuk ibadah tertinggi yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Zakat adalah sistem agama karena tujuan pertama membayarnya kepada mereka yang memebutuhkan adalah untuk menguatkan iman kepada agama dan menolongnya untuk taat kepada Allah, dan melaksanakan perintahnya. Selain dari itu karena agamalah yang membawa ajaran zakat itu, menerangkan hukum-hukumnya, menjelaskan kadar dan sasarannya. (Selasa,22,02,2011)
Hijau, Lestari, Menghidupi

Senin, 21 Februari 2011
Minggu, 20 Februari 2011
Social Enterprise

Smart School merupakan SD yng berlokasi di Jalan Kecpi Jagakarsa di belakang Ragunan, Pasar Minggu Jakarta Selatan. Sekolah ini layak di simak. Pertama sekolah ini mencoba mengembangkan karakter untuk anak didik. Kedua SD ini juga mengembangkan konsep not for profit. Artinya pendiri tidak memebisniskan sekolah, semua kelebihan dana kembali untuk operasional sekolah. Ketiga karena itu harus dicari orang yang bervisi sama, mau berwakaf dan bersedekah untuk sekolah. Keempat sekolah ini di gagas oleh para wanita.
Dari diskusi mundur maju, akhirnya terkumpul juga sejumblah dana untuk operasional. Bola bergulir dan berjumpalah mereka dengan seorang wakif dan juga seorang perempuan. Hamidiyah namanya, yang telah membangun gedung 12 Lokal lengap dengan fasilitas lengkap untuk sekolah. Mendengar konsep pengembangan karakter Smart School, Hamidiyah yang berlatar belakang notaris ini sepakat mewakafkan gedungnya.
Ibu Hamidiyah menunjuk anak perempuannya jadi nadzir (pengelola mandat) wakafnya. Ia pun bergabung di Smart school.Tahun 2006 mulailah Smart School menjalankan fungsinya. Sebagai murid-murid pertama, para penggagas harus merelakan anak-anaknya sekolah di Smart school. Di awali beberapa murid, di 2010 murid Smart School sudah di atas 100 siswa jumlahnya.
Yang memang menarik di Smart school adalah not for profit dan strategi wakafnya. Sebagai wakaf, investasi apapun tak di kembalikan. Lantas gedung yang juga wakaf, mengatasi sebagian besar problem Smart School. Yang jadi catatan penting, kecuali wakif gedung, penggagas Smart School cuma ibu rumah tangga. Penghasilan suaminya biasa saja. Yang ternyata dari biasa-biasa saja ini, toh mereka bisa lahirkan sebuah konsep baru pendidikan.
Mengapa parawanita ini gigih lahirkan skolah ? separti kebanyakan orang tua, mereka juga resah akan mutu SD. Nilai kebanyakan anak SD mempehatinkan, pembinaan akhlak agama juga tak di lakukan sungguh-sungguh. Mereka berharap ada sekolah yang memiliki kkulitas pendidikan yang baik, mendidik bukan sekedar mengajarkan agama, ada tahfidz Al'Quran dan pembinaan akhlak. Pembinaan akhlak ini yang mereka yakini sebagai pembinaan 'karakter sejak dini'.
Wanita pendiri Smart School mungkin tak paham apa itu makna dan definisi kewirausahaan sosial (social entrepreneurship). Tapi pada prakteknya mereka justru telah perankan diri sebagai wirausahawan sosial (social entrepreneur). Mungkin juga mereka tak paham apa itu "perusahaan sosial" (social enterprise), tapi Smart School tida bisa di pungkiri, adalah sosial enterprise sesungguhnya.
Berbagai paguyuban berlatar kedaerahan, lembaga Karang Taruna atau HIPPA (Himpunan Petani Pengguna Air) di berbagai daerah,atau berkumpulnya penggemar seperti Bike To Work dan Sepeda Ontel, ini sesungguhnya bibit-bibit cikal bakal terbentuknya social enterpise. Termasuk OSIS di banyak SLTP dan SLTA. Belakangan muncul peguyuban berbentuk jearing sosial bagi pengguna face book dan twitter
LSM, NGO dan lembaga zakat lebih tanpak sosoknya sebagai social enterprise. Mereka lakukan fundraising untuk membiayai seluruh aktivitas. Bukan untuk mencari uang bagi pendirinya. Aktivitas yang lerlibat, mendapat honor atau imbalan gaji. Di samping malah tak sedikit lembaga masyarakat separti ini yang tak memberi honor atau makan siang sekalipun. Untuk itu mereka ramai-ramai menghidupi lembaga.
Ada sebuah social enterprise yang besar. Baik dari jumlah pekerjanya maupun segala aktifitasnya. Karena begitu besarnya, lembaga ini di sebut sebagai super-nya superholding. Apa itu ? Itulah pemerintah. Mengapa pemerintah ? Ya, karena pemerintah berkait dengan persoalan negara. Sebuah negri di katakan negara karena memiliki tiga syarat, yakni mempunyai wilayah, punya rakyat dan memiliki pemerintahan.
Untuk mengelola wilayah dengan sumber dayanya di butuhkan pemerintah.
Wilayah yang terdiri atas tanah air dan udara itu harus di eksplorasi. Di dalam wilayah itu terdapat kehidupan masing-masing musti di jaga kebutuhannya. Semuanya punya hak untuk di pelihara. Tak bisa sumber daya hanya diekploitasi untuk manusia. Semua musti di eksploirasi karena memiliki hak untuk berperan sesuai fitrahnya.
Untuk itu di butuhkan sebuah lembaga yang bisa memenuhi kebutuhan dan menjaga harmoni baik antar sesama manusia, sesama flora dan fauna, maupun antar manusia dan lingkungannya.
Maka di butuhkan sebuah lembaga yang harus bisa menjaga dan membangun kehidupan. Itulah dibutuhkan adanya pemerintah. Itulah social enterprise raksasa.
Dalam skala yang lebih kecil, pemeritah juga memiliki Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah ( BUMD). Karena pemiliknya pemerintah, visi perusahaan ini berkhidmat untuk rakyat Indonesia. Maka ada dua tujuan utama BUMN dan BUMD. Tujuan pertama mencari profit, yang seluruh keuntungungan nya untuk rakyat. Tujuan kedua karena berkehikdmat untuk rakyat BUMN dan BUMD langsung memeiliki fungsi sosial. yakni memberikan harga terjangkau yang dapat di beli rakyat.
sebagai social enterprise, tujuan BUMN dan BUMD jelas mulia. Namun mengapa kini kepemilikan BUMN banyak beralih ke asing dan suasta ? Malah kabarnya selalu jadi 'sapi merah' kalangan tertentu dan partai.
Jawabannya jelas, pejabat Indonesia baru berjuang untuk diri sendiri dan keluarga, untuk kelompok dan partainya. mreka tak paham arti negarawan, tak paham arti membangun untuk rakyat, bangsa dan negara. Mereka tak memiliki sifat dan jiwa social entrepreneurshif. (oleh : Erie Sudewo, 21-01-11)
Rabu, 16 Februari 2011
Zakat Dan Pengentasan Kemiskinan

Kemiskinan membawa pada kehinaan yang dilarang dalam islam, dan menjadi sumber kejahatan dalam seluruh aspek kehidupan sosial-ekonomi. Institusi zakat adalah program pengentasan kemiskinan wajib (mandatory expediture) dalam perekonomian islam. Dampak zakat terhadap upaya pengentasan kemiskinan edalah sesuatu yang signifikan dan berjalan secara otomatis (built-in) di dalam sistem islam. Terhadap beberapa alasan untuk ini.
Pertama, penggunaan atau alokasi dana zakat sudah di tentukan secara pasti di dalam syari'at islam (QS At-taubah:60) di mana zakat hanya di peruntukan bagi 8 golongan (ashnaf) saja yaitu:fuqara (fakir), masakin (miskin), amilin alaiha (pihak pengelola zakat), mualafat ul qulub (orang yang sedang dijinakan artinya), fir riqab (membebaskan budak), gharimin (orang-orang yang berhutang) fi sabililah (berjuang di jalan allah), dan ibn us sabil (oramg ymg sedang dalam perjalanan).
Jumhur ulama sepakat bahwa selain 8 golongan ini, tidak halal menerima jakat. Lebih jauh lagi, Alquran menyebutkan fakir dan miskin sebagai kelompok pertama dan kedua dalam daftar penerimaan zakat. Mereka inilah yang mendapat prioritas dan pengutamaan oleh al-Qur'an. Ini menunjukan bahwa mengatasi masalah kemiskinan merupakan tujuan utama zakat. Karakteristik ini membuat zakat saangat efektif sebagai instrumen pengentasan kemiskinan karena secara inheren bersifat pro-poor dan self-targeted. Tak ada satupun instruman fiskal konvensional karakteristik seperti ini.
Kedua, zakat di kenakan pada basis yang luas dan mengikuti berbagai aktivitas perekonomian. Zakat di pungut dari produk pertanian, hewan pliharaan, simpanan mas dan perak, aktivitas peniagaan komersial, dan barang-barang yang di ambil dari perut bumi. Fiqh kontenporen bahkan memandang bahwa zakat jugadi ambil dari seluruh pendapatan yang dihasilkan dari aset fisik dan finansial serta keahlian kerja. Dengan demikian, potensi zakat adalah sangat besar. Hal ini menjadi modal dasar yang penting bagi pembiayaan program-program pengentasan kemiskinan.
Ketiga, Zakat adalah pajak spiritual yang wajib di bayar oleh setiap muslim dalam kondisi apapun. Karena itu, penerimaan zakat cenderung stabil. Hal ini kan menjamin keberlanjutan program pengentasan kemiskinan yang umumnya membutuhkan jangka waktu yang relatif panjang.
Dengan berbagai karakteristik yang di sandangnya tersebut, keberadaan zakat dalam kerangka sosial-ekonomi islam menjadi basis yang kuat program pengentasan program kemiskinan secara berkelanjutan. Sebagai sebuah instruman fiskal yang berpihak pada kelompok miskin dan menjadi program wajib pengentasan kemiskinan bagi setiap rezim pemerintahan, zakat sangat superior dibandingkan instruman fiskal konvensional.
Dalam sistem konvensional, program pengentasan kemiskinan adalah pilihan, bukan suatu kewajiban. Karenanya anggaran untuk pementasan kemiskinan-pun umumnya bersifat diskresi yang sepenuhnya berada di bawah kewenangan pemerintah. Lebih jauh lagi, kelemahan utama desain progran pengantasan kemiskinan konvensional adalah sumber pembiayaan-nya yang bersifat ad-hoc. Berbeda dengan zakat yang telah di tetapkan secara permanen, rata-rata sebesar 2,5% dari kekayaa, anggaran program pengentasan kemiskinan konvensional ditetapkan setiap tahun dalam APBN. Tidak ada ketrkaitan antara jumlah alokasi program pengentasan kemiskinan dengan peningkatan penerimaan pemerintah.
Berbeda dengan perekonomian islam yang menetapkan bahwa penerimaan dana zakat sepenuhnya menjadi sumber pembiyaan program pengentasan kemiskinan, dalam perekonomin konfensional tidak ada mekanisme earmarket dari penerimaan pemerintah untuk program pengentasan kemiskinan sebagaimana halnya sistem zakat. Mekanisme ad-hoc dalam sistem konvensional ini di satu sisi memberi ruang untuk fleksibelitas kebijakan makroekonomi. Namun di sisi lain, hal ini merupakan sumber ketidakpastian bagi program pengentasan kemiskinan. Kedepan, perlu di gagas mekanisme earmarked dari penerimaan pemerintah alokasi anggaran program pengentasan kemiskinan dengan di masa transisi di lakukan mekanisme phased out dari proporsi earmarked penerimaan pemerintah.
Dalam perekonomian konfensional, pengentasan kemiskinan menjadi bersifat sangat politik, sepenuhnya bergantung pada political will dari rezim penguasa. Kegagalan instrumant fiskal untuk menanggulangi kemiskinan antara lain terlihat dalam kasus desentralisasi fiskal di indonesia. Dalam alam demokrasi, kita juga mengenal fenomena electoral budget cycle di mana arah dan fokus kebijakan fiskal memiliki pola yang selaras dengan jadwal pemilu. Anggaran untuk pengentasan kemiskinan semata di jadikan komoditas politik rezim pengusaha. Ketika seorang penguasa baru terpilih (honeymoon period), anggaran tidak berpihak kepada kelompok miskin. ketika jadwal pemilu berikut mendekat, anggaran bertransformasi menjadi lebih pro-poor. Secara singkat, dengan sifatnya yang diskresi, anggaran pengentasan kemiskinan dalam sistem konfensional selalu berada dalam ketidak pastian dan sulit di prediksi.
Strategi Komprehensif Islam Untuk Penanggulangan Kemiskinan
Zakat memiliki banyak implikasi ekonomi penting yang mengarahkan perekonomian pada kondisi-kondisi yang di inginkan, dan yang utama adalah pengentasan kemiskinan. Namun membebankan penyelesaian semua masalah perekonomian pada zakat adalah terlalu berlebihan. Sistem ekonomi islam adalah sistem yang lengkap dan menyeluruh, tidak bisa dipisah-pisahkan atau di implementasikan secara parsial. Dalam konteks ini, kita harus meletakan zakat sebagai sebuah sub-sistem dari sistem ekonomi islam secara keseluruhan.
Dengan perspektif ini maka implikasi ekonomi dari zakat terhadap pengentasan kemiskinan sebagai mana yang di bahas di atas, baru dapat kita saksikan secara nyata ketika zakat di terapkan secara komprehensif dan simultan dengan fitur-fitur sistem ekonomi islam lainnya seperti pelarangan riba dan gharar, uang sebagai alat tukar dan bukan komoditas, aturan kepemilikan tanah dan alat-alat produksi yang berkeadilan, implementasi equity financing secara luas, dan lain-lain.
Ketika zakat di terapkan namun disaat yang sama fitur sistem ekonomi islam lainnya tidak mewujud, maka akan sangat mungkin dampak zakat terhadap kemisinan akan terhapus oleh dampak dari tidak terimplementasi-nya elemen sistem lainnya. Terlebih lagi ketika zakat masih di terapkan secara parsial dan ukuran (size)-nya masih sangat kecil di bandingkan ukuran perekonomian.
Sebagai misal, Ketika zakat di terapkan namun riba terus berjalan, maka dampak zakat terhadap pengentasan kemiskinan akan terlihat menjadi minimal bahkan tidak ada sama sekali. Hal ini dikarenakan dampak riba terhadap peningkatan kemiskinan adalah ekstensif, seperti melalui eksploitasi pemilik modal terhadap peminjam maupun melalui implasi yang di timbulkan secara makro. Hal ini yang menjelaskan mengapa penghimpunan dana zakat yang terus meningkat dan kerja keras para amil yang tiada henti, seolah tidak berkolerasi dengan jumlah orang miskin yang cenderung terus meningkat.
Dengan demikian, untuk sebuah tugas yang bernama pengentasan kemiskinan, Islam tidak hanya membebankan pada zakat semata. Penngentasan kemiskinan tidak akan pernah tuntas hanya dengan zakat. Dalam perspektif islam, kemiskinan hanya bisa di perangi secara efektif dengan strategi komprehensif yang mencakup tidak hanya zakat namun juqa elemen-elemen sistem lainnya seperti pelarangan riba, pembangunan infrastruktur, sistem kepemilikan tanah, anggaran publik dan lain-lain. (17-02-2011)
Zakat :
BCA : 245 4000 331
Bank Mandiri : 155 000 2200 221
Bank Syariah Mandiri : 146 006 4444
Bank Muamalat : 0000 274 001
BNI Syariah : 1 6666 5555 6
Infak dan Shodaqoh :
BCA : 245 4000 551
a/n Dompet Dhuafa Republika - Banten
Jaringan
Video DD |
Menurut anda, apakah zakat di Indonesia sudah dikelola dengan baik |
Tentang Kami
- Dompet Dhuafa Banten
- Serang, Banten, Indonesia
- Kami adalah LAZ jejaring Dompet Dhuafa Republika yang bekerjasama dengan yayasan Uswatun Hasanah